|
MAKALAH AGAMA
AL - HADITS
DOSEN:
BAPAK APIPUDIN, S.Th.I.,MA.Hum
BAPAK APIPUDIN, S.Th.I.,MA.Hum
KELOMPOK 3:
-
DIOKTA
-
FARAH CAMILLA (52415477)
-
SATRIO
-
YUNUS
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Puji serta syukur kehadirat Allah SWT
karna atas rahmat dan karunianya kami kelompok 3 diberi nikmat sehat dan
nikmat iman hingga saat ini, serta diberikan kemampuan untuk dapat menyusun
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam tidak lupa kami
panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Dalam makalah ini kami akan
menjelaskan tentang “Al-Hadist” dengan menggunakan Bahasa kami dan sesuai
dengan pemahaman kami tentang “Al-Hadist” itu sendiri.
Tujuan dari penyusunan makalah ini
adalah agar para pembaca dapat lebih mudah mengerti tentang “Al-Hadist”,
karena didalam makalah ini kami membahas “Al-Hadist” dengan menggunakan Bahasa
yang mudah dipahami oleh pembaca sehingga diharapkan dapat menambah wawasan
para pembaca.
Akhirnya kami mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang ikut ambil bagian dalam pembuatan makalah ini. Kami
harap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat untuk para pembaca
Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Depok, 22 September 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits............................................................................................................4
B. Klasifikasi
Hadits..............................................................................................................4
Hadits Qudsi...........................................................................................................4
Hadits Nabawi........................................................................................................5
C. Hadits Fi’li Dan Hadits
Qauli...........................................................................................10
D. Memahami
Hadits..........................................................................................................10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan ...................................................................................................................12
B.
Kritik dan saran.............................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Hadits yang dipahami sebagai pernyataan,
perbuatan, persetujuan dan hal yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW.
Dalam tradisi Islam, hadits diyakini sebagaisumber ajaran agama kedua setelah
al-Quran. Disamping itu hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas
terhadap ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat
44.Hadits tersebut merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya
sebagai pembimbing bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan
hadits sebagai dasar bukanlah halyang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang
terdapat dalam hadits itu sendiri. Sehinggadalam berhujjah dengan hadits
tidaklah serta merta asal comot suatu hadits sebagai sumber ajaran.
Adanya rentang waktu yang panjang antara
Nabi dengan masa pembukuan hadits adalahsalah satu problem. Perjalanan yang
panjang dapat memberikan peluang adanya penambahanatau pengurangan terhadap
materi hadits. Selain itu, rantai perawi yang banyak juga turutmemberikan
kontribusi permasalahan dalam meneliti hadits sebelum akhirnya digunakansebagai
sumber ajaran agama.
Mengingat banyaknya permasalahan, maka
kajian-kajian hadits semakin meningkat,sehingga upaya terhadap penjagaan hadits
itu sendiri secara historis telah dimulaisejak masasahabat yang dilakukan
secara selektif.
Para muhaddisin, dalam menentukan dapat
diterimanya suatu hadits tidak mencukupkandiri hanya pada terpenuhinya
syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal inidisebabkan karena mata
rantai rawi yang teruntai dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang.Oleh karena
itu, haruslah terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan
kebenaran perpindahan hadits di sela-sela mata rantai sanad tersebut.
Makalah ini mencoba mengelompokkan dan
menguraikan secara ringkas
pembagian- pembagian hadits ditinjau dari berbagai aspek.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADIS
Hadits merupakan
sumber hukum islam yang kedudukannya berada di bawah al-Quran. Hadits secara etimologi diartikan sebagai "berbicara",
"perkataan" atau "percakapan.” Sedangkan secara terminologi hadits berarti “semua perbuatan, perkataan, perkiraan dan
rencana yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.”
Sementara itu pengertian hadis menurut Ahli Hadis adalah “Segala perkataan Nabi, perbuatan dan hal
ihwalnya.”
Yang dimaksud dengan
hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. Yang berkaitan
dengan, karakteristik, sejarah kelahiran dan kebiasaan – kebiasaan.
Berdasarkan pengertian
– pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hadis adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Muhammad SAW. Baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang berhubungan dengan
hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang disyari’atkan kepada manusia.” Selain
dari pada itu tidak dapat dikatakan sebagai hadis.
B.
KLASIFIKASI HADIS
1.
HADIS
QUDSI
Qudsi secara bahasa diambil
dari kata qudus, yang artinya suci. Disebut hadis qudsi, karena perkataan ini dinisbahkan
kepada Allah, al-Quddus, Dzat Yang Maha Suci.
Menurut Al-Jurjani seorang
ulama islam, Hadits qudsi adalah hadis yang secara makna datang dari Allah,
sementara redaksinya dari Rasulullah SAW.
Sehingga hadis Qudsi adalah berita dari Allah kepada Nabi-Nya melalui ilham
atau mimpi, kemudian Rasulullah SAW menyampaikan
hal itu dengan ungkapan beliau sendiri.
Bila seseorang meriwayatkan
hadis qudsi, maka dia meriwatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan pada
Allah, dengan mengatakan: “Rasulullah mengatakan mengenai apa yang
diriwayatkannya dari Tuhannya” atau mengatakan “Rasulullah SAW mengatakan:
Allah SWT telah berfirman....”
Perbadaan Hadist Qudsi dan Al-Qur’an
Walaupun
termasuk firman Allah swt , tetapi hadis qudsi bukan merupakan bagian dari ayat
ayat Al-Qur’an . Perbedaannya terletak pada redaksi / susunan kalimatnya. Redaksi Al-Qur’an langsung dari Allah
swt , sedangkan hadist qudsi maknanya dari Allah dan Redaksinya dari Nabi
Muhammad SAW. Selain itu Ketika menyampaikan ayat
- ayat Al-Qur’an , kata katanya tidak boleh diganti dengan sinonimnya , sedangkan
dalam menyampaikan hadist qudsi boleh digunakan kata kata lain yang semakna .
Contoh
Hadits Qudsi adalah sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: "Allah
ta`ala berfirman: Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya
bila ia menyebut-Ku. Bila menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku pun
menyebutnya di dalam diri-Ku, dan bila ia menyebut-Ku di kalangan orang banyak,
maka Aku pun menyebutnya di dalam satu kumpulan orang yang lebih baik darinya."
(H.R Al Bukhari).
2.
HADIS NABAWI
Hadits nabawi adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.
Contoh hadits yang
berupa perkataan seperti perkataan Nabi Muhammad SAW adalah:
“Sesungguhnya sahnya
amal itu disertakan niat. Dan setiap orang yang bergantung pada niatnya.”
Sedangkan contoh
yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya pada
sahabat mengenai bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian
mengatakan :
“Shalatlah seperti
kamu melihat aku melakukan shalat”
PEMBAGIAN HADIS NABAWI
DILIHAT DARI JUMLAH
RAWI
a.
Hadis
Mahsyur
Masyhur menurut
bahasa adalah “nampak”. Sedangkan menurut istilah adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 perawi atau
lebih pada setiap thabaqah (tingkatan).
Contoh dari
hadits ini adalah:
“Sesungguhnya
Allah tidak mengambil ilmu ini sekaligus yang dicabutnya dari dada para ulama,
akan tetapi Dia mencabutnya dengan mewafatkan para ulama. Hingga jika Dia tidak
menyisakan seorang yang berilmu, manusia akan mengambil tokoh-tokoh yang bodoh.
Mereka pun ditanya dan mereka berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan
menyesatkan.”
Hadits ini
diriwayatkan oleh al-Bukhary, Muslim, ath-Thabrani, Ahmad dan al-Khatib
al-Baghdadi dari empat orang Shahabat yaitu Abdullah bin ‘Amr, Ziyad bin Labid,
Abu Hurairah dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum. Pada setiap tingkatan
dari tingkatan-tingkatan periwayatan (thabaqah sanad), hadits ini
diriwayatkan dari empat Shahabat sampai kepada para imam tersebut dan jumlah
perawinya tidak pernah kurang dari tiga orang, sehingga hadits ini diistilahkan
sebagai hadits Masyhur.
b.
Hadis
Aziz
Menurut
bahasa, Aziz adalah sama dengan as-syarif atau al-qawiyyu yaitu yang mulia atau yang kuat. Sedangkan menurut
terminologinya, Hadits aziz ialah “Hadits yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua
orang perawi diterima dari dua orang pula.”
c.
Hadis
Gharib
Menurut bahasa, gharîb bermakna
yang asing, bersendirian, atau yang jauh dari kerabatnya. Menurut istilah,
hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi saja.
DILIHAT
DARI KUALITAS RAWI
a. Hadis Sahih
Hadis
shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi),
diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, tidak
terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat).
Syarat-Syarat Hadits
Shahih
· Sanadnya Bersambung
Setiap
perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi
terdekat sebelumnya. Keadaan itu berlangsung
demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi
hadits shahih sejak perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat)
yang menerima hadits langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya.
Sanad suatu
hadits dianggap tidak bersambung bila
terputus salah seorang atau lebih
dari rangkaian para perawinya. Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu
adalah seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits yang bersangkutan
tidak shahih.
·
Perawinya Adil
Seseorang
dikatakan adil apabila ada padanya
sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketaqwaan,
yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan dan
terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik
dalam segala tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak
harga dirinya.
· Perawinya Dhabith
Dhabit
artinya cukup kuat hapalannya. Seorang perawi dikatakan
dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Menurut
Ibnu Hajar al-Asqalani, orang yang disebut dhabit harus
mendengar secara utuh apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu
menyampaikannya kepada orang lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
·
Tidak Syadz
Syadz
(janggal/ rancu) adalah hadits yang bertentangan dengan haditslain yang lebih
kuat atau lebih tsiqah perawinya. Kondisi ini
dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang
lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah
mereka lebih banyak, maka para rawi yang lain
itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz.
·
Tidak Ber’illat
Hadits
tidak ber’illat, ialah hadits yang didalamnya tidak terdapat kesamaran atau
keragu – raguan, yang dapat merusak keshahlihan hadits.
b.
Hadis
Hasan
Hadits
hasan ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seorang
yang adil, dan tidak terdapat di dalamnya
suatu kejanggalan (syadz) dan tidak juga terdapat cacat
(‘Illat).
Klasifikasi Hadits Hasan:
· Hadits Hasan li-Dzatih
Hadits yang sanadnya bersambung dengan
periwayatan yang adil, dari awal sanad hingga akhir
sanad tanpa ada kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat) yang merusak
hadits.
· Hadits Hasan li-Ghairih
Hadits yang pada sanadnya ada perawi
yang tidak diketahui keahliannya, tetapi dia bukanlah orang yang terlalu banyak
kesalahan dalam meriwayatkan hadits, kemudian ada riwayat dengan sanad lain
yang bersesuaian dengan maknanya.
c.
Hadis
Dha’if
Hadits dha’if adalah
hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga
tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan.
Dengan demikian,
jika hilang salah satu kriteria
saja, maka hadits itu menjadi tidak shahih
atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang
hilang itu sampai dua atau tiga syarat maka
hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits
dha’if yang sangat lemah.
C.
HADITS
FI’LI DAN HADITS QAULI
HADITS FI’LI
Hadits fi’li adalah segala perbuatan
yang disandarkan kepada Nabi SAW. Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang
perbuatan Nabi SAW, yang menjadi panutan perilaku para sahabat pada saat itu
dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya.
Contoh hadis
fi’li tentang shalat adalah:
”Nabi Muhammad SAW sholat diatas
tunggangannya kemana tunggangannya itu
menghadap“. (HR. At-Turmudzi, Muslim dan Ahmad).
HADITS
QAULI
Hadits qauli adalah segala bentuk
perkataan, atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi SAW, yang berisi berbagai tuntutan dan petunjuk,
peristiwa, syara’, dan kisah, baik yang berkaitan dengan aspek aqidah, syari’at
maupun akhlak.
Contoh hadis qauli adalah hadis tentang
kecaman Rasul kepada orang-orang yang mencoba memalsukan
hadis-hadis yang berasal darinya.
“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah
SAW bersabda, “Barang
siapa sengaja berdusta atas diriku, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempat
tinggalnya dineraka.” (Hr. Muslim).
D. MEMAHAMI HADITS
1.
Menghimpun Hadits-hadits yang Terjalin dalam Tema yang Sama.
Untuk
berhasil memahami As-Sunnah secara benar, kita harus menghimpun semua hadits
sahih yang berkaitan dengan suatu tema tertentu. Dengan cara demikian, dapat
dimengertilah maksudnya dengan lebih jelas dan tidak dipertentangkan antara
hadits yang satu dengan yang lainnya.
2. Memahami Hadits-hadits sesuai
Latar Belakangnya, Situasi dan Kondisinya, serta Tujuannya.
Di
antara cara-cara yang baik untuk memahami hadits Nabi SAW adalah dengan
memperhatikan sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi diucapkannya suatu
hadits, atau kaitannya dengan suatu alasan tertentu, yang dinyatakan dalam
hadits tersebut atau disimpulkan darinya. Hadits-hadits, ada yang diucapkan
berkaitan dengan kondisi temporer khusus, demi suatu maslahat yang diharapkan
atau mudharat yang hendak dicegah, atau mengatasi suatu problem yang timbul
pada waktu itu.
Untuk dapat memahami hadits dengan pemahaman yang benar dan tepat, haruslah diketahui kondisi yang meliputinya serta dimana dan untuk tujuan apa ia diucapkan. Sehingga dengan demikian maksudnya benar-benar menjadi jelas dan terhindar dari perbagai perkiaraan yang menyimpang dan (terhindar dari) diterapkan dalam pengertian yang jauh dari tujuan sebenarnya.
Kita mengetahui bahwa para ulama kita telah menyatakan bahwa untuk memahami Al Quran dengan benar, haruslah diketahui tentang asbab an-nuzul (sebab-sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat Al Quran). Maka untuk dapat memahami As Sunnah, kita perlu mengtahui asbab al wurud (sebab atau peristiwa yang melatarbelakangi diucapkannya suatu hadits).
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Assunnah/al-hadits
adalah “Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW. Baik ucapan, perbuatan maupun
ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau ketentuan-ketentuan Allah yang
disyari’atkan kepada manusia.”
KLASIFIKASI HADIS :
1. HADIS QUDSI
Hadis Qudsi adalah berita dari Allah
kepada Nabi-Nya melalui ilham atau mimpi, kemudian Rasulullah SAW menyampaikan hal itu dengan ungkapan
beliau sendiri.
2. HADIS
NABAWI
Hadits
nabawi adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir
atau sifat.
PEMBAGIAN
HADIS NABAWI
a. Dilihat
dari jumlah rawi
·
Hadis
Mahsyur
Hadits masyhur
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih tetapi tidak
mencapai derajat mutawatir
·
Hadis Aziz
Hadits aziz ialah
“Hadits yang diriwayatkan oleh sedikitnya dua orang perawi diterima dari dua
orang pula.”
·
Hadis Gharib
Hadits Gharib
adalah hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi saja.
b. Dilihat dari kualitas
rawi
· Hadis
Sahih
Hadis
shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi),
diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhabit sampai akhir sanadnya, tidak
terdapat kejanggalan (syadz) dan cacat (‘Illat)
Syarat-Syarat
Hadits Shahih
·
Sanadnya Bersambung
·
Perawinya Adil
·
Perawinya Dhabith
·
Tidak Syadz
·
Tidak Ber’illat
· Hadis
Hasan
Hadits
hasan ialah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seorang
yang adil tetapi kurang dhabit, tidak
terdapat di dalamnya suatu kejanggalan (syadz) dan
tidak juga terdapat cacat (‘Illat).
Klasifikasi Hadits Hasan:
· Hadits
Hasan li-Dzatih
· Hadits
Hasan li-Ghairih
3. HADIS
DHA’IF
Hadits
dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat
hadits shahih dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan.
4.
HADIS FI’LI
Hadits
fi’li adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi SAW.
B.
KRITIK
DAN SARAN
Demikianlah makalah ini penulis
sampaikan, semoga dapat menambah wawasan keislaman bagi pembaca, terutama dalam
bidang ilmu al-hadîts. Penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna,
masih terdapat kekurangan di sana-sini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca, demi lebih sempurnanya makalah
ini.
EmoticonEmoticon